Menyemai Hikmah dalam Setiap Musibah


                             Judul Novel                 : Broken Inside
                             Penulis                         : Rizky Nur Fajri
                             Peneribit                      : DAR! Mizan
                            Cetakan                       : I, 2013
                            Jumlah Halaman           : 204 Halaman
                            ISBN                           : 978-602-242-186-3
                             Peresesnsi                    : Lisvi Nael, 

 

Membaca dan membandingkan buku-buku School Locker’s Club (SLC) terbitan DAR! Mizan ada sensasi tersendiri dalam setiap buku, tentu saja. Buku pertama SLC yang saya baca adalah milik Ziggy Z. yang dijudlkan The Other Side dan mengesankan. Ditulis rapi dan cerita yang bagus meskipun tak memaksakan kompleksitasan. The Other Side menceritakan masalah remaja dengan kepribadian ganda dan piskopat. Sedang novel kedua adalah Irreplaceable ditulis Ayunda Nisa Chaira yang sangat berbeda dengan karya Ziggy. Terutama pada seting tempat yang digunakan Ziggy dan Ayunda dimana Ziggy rupanya memilih seting sekolah Negara di Barat sana sedang Ayunda membawa kita pada kisah-kisah yang biasanya terjadi disekolah dengan segala tekanan dan peraturan-peraturan mengenai ujian dan penilaian angka. Ayunda menghadirkan rahasia seorang tokoh utama yang selalu ingin menjadi yang pertama dengan bekerja keras dan dilatari keluarga yang tak terlalu perhatian padanya. Maka berbeda dengan keduanya, Broken Inside memilih cerita masalah siswa SMA yang berjuang supaya tak juga terjerumus seperti kebanyakan remaja yang mengalami maupun menjadi korban broken home.

            Bimo yang ditokohkan sebagai sang siswa SMA yang mengalami masa berat dimana hubungan kedua orang tuanya tidak baik. Pertengkaran selalu datang ketika kedua orang tuanya datang kerumah. Selebihnya adalah hari-hari sepi karena orangtuanya selalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Masalah Bimo bertambah dengan pergaulan adiknya, Tiara, yang menghawatirkannya. Pulang malam dan bolos sekolah bagi Bimo sangat berresiko terhadap ujian nasional yang akan dihdapi Tiara. 

            Secara pesan novel ini sangat bagus “Aku boleh retak, tapi aku takkan pernah pecah.” Selain dari tagline judulnya dalam cerita juga kuat dicertiakan dan diingatkan berkali-kali tentang upaya Bimo untuk tetap hidup dalam cara yang dibenarkan norma dan nilai meski dia berada dalam keluarga yang porak poranda. Dia meyakinkan diri bahwa hanya dirinyalah yang boleh mengendalikan dirinya sendiri dan menyelamatkan keluarganya, mama dan adiknya. Selain kesungguhannya untuk tak turut hancur bersama hancurnya biduk rumah tangga kedua orangtuanya, Bimo pun berupaya agar terus berprestasi melalui OSIS yang dia terlibat didalamnya dalam panitia pentas seni.
            Selain konflik keluarga, Rizky juga mencoba menyuguhkan permasalahan lain dalam kehidupan Bimo melalui pentas seni. Ketika ia dan tim panitia bekerja keras demi menyukseskan pentas seni ada satu anggota yang menyalahgunakan wewenang demi kepentingan sendiri. Ia pun harus berjuang lebih keras demi suksesnya penyelenggaraan. Namun demikian pentas seni pun tetap dapat berjalan dengan sukses.

            Ketika Bimo hendak merayakan suksesnya pentas seni bersama teman-temannya ia melihat kedua orang tuanya bertengkar hebat. Urunglah ia berangkat bersama teman-temannya. Ia yang merasa bertanggung jawab untuk melindungi mamanya menghalau beraneka benda yang hendak dilemparkan oleh papanya ke sang mama. Bahkan pukulan demi pukulan dan caci maki ia terima. Perkelahian keduanya pun tak bisa dihindarkan. Bimo yang murka lantas merusak semua piala yang pernah ia raih sebagai tanda prestasi yang tak sekalipun dianggap dan dihargai papanya. Belum lagi sertifikat-sertifikat tak luput dari tangan Bimo untuk dihancurkan dihadapan papanya sebagai protes. 

            Cerita dalam novel ini sekali lagi saya katakana bagus secara pesan untuk para remaja khususnya yang mungkin memiliki latar keluarga yang kurang bagus (broken home) untuk jangan patah arang dan ikut-ikutan terjerumus kedalam pergaulan yang tidak baik. Namun, entah rasanya kehilangan sesuatu cerita ini sedikit terasa monoton. Secara pemilihan bahasa pun sangat meremaja dan tanpa menggunakan pilihan kata yang rumit. Sehingga novel ini cocok dibaca para remaja. Musibah tak selamanya buruk dan menjadi akhir, karena musibah pecahnya rumah tangga orangtuanya tidak serta merta membuatnya menjadi lemah justru semakin kuat seperti yang Nietzse katakana “What Doesn’t Kill You make you stronger.”

-Temukan Kelezatan disetiap Lembarnya-
-Lisvy Nael. fadL.-

Komentar

Postingan Populer